previous arrow
next arrow
Shadow
Slider

Schneider Team USU

figure schneider team usu gfl

Dari limbah cangkang kemiri, sekumpulan mahasiswa membawa harum nama Universitas Sumatera Utara (USU) di Sillicon Valley, Amerika Serikat dalam ajang Sillicon Valley International Invention Festival (SVIIF). Penelitian mereka terkait pembuatan kanvas rem dengan limbah organik (cangkang kemiri) berhasil meraih medali emas pada 2018 lalu. Dan kini, penelitian itu terus berlanjut untuk tahap komersialisasi.

Sillicon Valley International Invention Festival sendiri merupakan ajang untuk mempublikasikan penemuan-penemuan dari seluruh dunia. Ajang itu diikui 85 negara dan 217 tim dari berbagai belahan dunia, di mana para peserta dituntut untuk memamerkan sejumlah produk penemuan atau inovasi yang mereka kembangkan dengan disaksikan oleh para pengusaha maupun perwakilan industri ternama dunia.

Ide awal terbentuknya Schneider Team USU adalah karena keinginan dari sekelompok mahasiswa dengan beragam jurusan yang memiliki minat di bidang penelitian untuk bersama-sama mengaplikasikan temuan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

“Kita ingin penelitian kita bukan hanya sebuah pencapaian untuk diri sendiri, tapi bagaimana juga bisa berdampak untuk masyarakat. Agar penelitian itu berlanjut, kita harus berkolaborasi,” ujar President Schneider Team USU Winelda Mahfud Zaidan Haris saat diwawancarai, Kamis (25/5/2021).

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi ini jugalah yang menjadi salah satu pengembang limbah organik untuk dijadikan kanvas rem untuk sepeda motor. Mulanya mereka melihat artikel di portal berita vice.com tentang penggunaan asbestos. Dalam artikel itu, asbestos disebutkan sangat berbahaya untuk lingkungan dan kesehatan manusia.

“Asbestos itu bahan utama pembuatan kanvas rem dan atap asbes. Debu asbestos akibat dampak pemakaian untuk kanvas rem bisa memicu asbestosis, penyakit pernapasan akibat infeksi paru. Kita tahu bersama bahwa penggunaan kanvas rem di Indonesia sangat tinggi seiring dengan meningkatnya kendaraan bermotor,” ujarnya.

Dari sana kita tergerak untuk mencoba melakukan penelitian cangkang kemiri untuk menggantikan bahan asbestos di pembuatan kanvas rem. Kenapa cangkang kemiri? Karena limbah itu adalah bahan yang tahan terhadap panas dan gesekan. Dengan demikian, kanvas rem yang dihasilkan tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga lebih awet.

Schneider Team USU yakin produk ini mampu membawa dampak kebermanfaatan yang luas di tengah masyarakat. Kanvas rem berbahan limbah organik ini juga diklaim lebih murah. Kanvas rem sepeda motor untuk varian matic saja diberandol mulai Rp20.000 – Rp35.000. “Sementara kanvas rem limbah organik kami, Rp19.000 – Rp25.000,” ujarnya.

Usai mendapat apresiasi di ajang SVIIF dengan torehan medali emas, Schneider Team USU terus mengembangkan kanvas rem yang kini diberi nama “palastik” itu. Bahan organik yang digunakan pun tak lagi terbatas pada bahan kemiri, tapi limbah plastik! Winelda menargetkan pertengahan tahun 2021 bisa meluncur ke pasaran. “Tapi persoalannya kita harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan proses birokrasi yang panjang terkait perizinan produk ini,” ujarnya.

Tak mau menunggu, Schneider Team USU telah mengembangkan start-up palastik. Winelda mengatakan, “palastik” sudah diuji coba di kendaraan sepeda motor anggota Schneider Team USU dan hasilnya sangat layak untuk digunakan di kendaraan roda dua. “Untuk pengembangan start-up ini kami juga berhasil mendapatkan dana hibah dari Kemenristekdikti sebesar Rp250 juta,” ujarnya.

Sambil menunggu proses komersialisasi produk “palastik”, Schneider Team USU terus bergerak untuk merekrut anggota-anggota baru. Mereka mengumpulkan mahasiswa-mahasiswa USU lintas jurusan untuk mengembangkan ide penelitian. Agar kampus tak lagi menjadi menara gading, mereka melahirkan inovasi berkelanjutan untuk kebaikan manusia.